MEMBUKA TABIR KITAB WAHYU
PENDAHULUAN
Keberadaan
orang Kristen tentunya tidak lepas dari hubungannya dengan Firman Allah yang
telah diakuinya menjadi penuntun kehidupannya.
Sehubungan dengan usaha mempersiapkan anggota Jemaat berpartisipasi
secara aktif dalam penginjilan maka pengetahuan akan Firman Allah memegang
peranan yang penting dalam persiapan dan penyampaian KEBENARAN ALKITAB. Melihat kekurangan informasi sehubungan
dengan buku DANIEL dan WAHYU, namun
menyadari ketidak sanggupan dan banyak kekurangan tapi di dorong oleh keinginan
kuat untuk menumbangkan bantuan sedikit untuk mempersiapkan bahan-bahan ini
maka kami memberanikan diri dengan prakarsa ini. Adapun HAL YANG MENDORONG kami untuk
menyediakan keterangan untuk buku DANIEL dan WAHYU adalah : "Apabila BUKU DANIEL DAN WAHYU dapat dipahami lebih baik, orang
percaya akan mengalami satu Agama yang berbeda seluruhnya. Mereka akan memandang gerbang sorga yang
terbuka. Hati dan pikiran mereka akan
mendapat kesan dari tabiat yang harus dibangun agar dapat mengecap kebahagiaan
sebagai upah bagi orang-orang yang berhati suci." TM 114.
Keterangan-keterangan
ini kami sediakan khusus untuk anggota Gereja MAHK namun kami menyadari bahwa tentunya akan ada
sahabat dan kenalan dari Anggota yang ingin meminjam dan membaca informasi ini tidak dimaksudkan menjadi sebagai satu
hinaan kepada kekuasaan Gereja yang akan disebutkan disini. Pengumpul
bahan ini hanya berusaha untuk memberikan informasi atau pemberian arti
yang pernah ada mengenai buku DANIEL DAN WAHYU pada waktu yang lalu. Dengan demikian kami merasa bahwa maksud kami
dalam mengeluarkan komentar buku DANIEL dan WAHYU ini sudah dapat diselami oleh
para pembaca yang kebetulan bukan atau belum beragama MASEHI ADVENT HARI
KETUJUH tapi yang tentunya ingin mempelajari firman Allah.
Akhir kata marilah
kita dengan keterbukaan hati dan dalam kedewasaan rohani berusaha untuk
menekuni dan menghayati Pekabaran Firman Allah, karena hanya dengan cara inilah
kerohanian kita akan dapat berkembang dengan sebaik-baiknya -- menjadi serupa
dengan DIA di dalam Tabiat kita.
B
U K U W A H Y U
1. NAMA
BUKU:
Dokumen
Grika yang tertua, bersamaan dengan tulisan para Bapa Gereja sejak dari
Irenaeus (130-202 TM), memberi nama untuk buku ini "Apocalypse of John." (Wahyu Yohanis) Ada dokumen lain yang memberi nama Wahyu
Yohanis Penginjil dan akhli Theologi.
Tulisan
Apokaliptik dalam bahasa Grika (Apokalupsis) adalah "Wahyu" arti
sebenarnya adalah "Pengungkapan", dan dalam literatur Agama,
khususnya berarti Pengungkapan untuk waktu yang akan datang." Tulisan Apokaliptik ini adalah menjadi bentuk
tulisan literatur yang terkenal diantara orang Yahudi pada periode antara
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan pada periode Kristen mula-mula.
2. PENGARANG
Pengarang
buku Wahyu berulang-ulang memperkenalkan dirinya dengan nama
"Yohanis" (Pasal 1:1,4,9; 21;2; 22:8). Dari bentuk namanya ini menyatakan bahwa dia
adalah orang Yahudi.
Beberapa
kenyataan dengan jelas membuktikan bahwa nama Yohanis pengarang ini, bukan nama
samaran, seperti yang terdapat di dalam tulisan-tulisan Apokaliptik orang
Yahudi dan orang Kristen mula-mula.
Pertama suatu kenyataan bahwa, di dalam memperkenalkan dirinya sebagai
Yohanis, pengarang Wahyu tidak berusaha untuk menyatakan bahwa dia memegang
jabatan di dalam Gereja. Beberapa
tulisan Apokaliptik orang Yahudi dan Kristen adalah dihubungkan dengan
bapa-bapa Ibrani, Nabi-nabi dan para Rasul-Rasul Kristen. Kalau sekiranya adalah nama samaran, maka
diharapkan pengarangnya akan berusaha untuk menyatakan dirinya sebagai seorang
Rasul. Tetapi sebutan yang sederhana
oleh pengarang bahwa dia adalah Yohanis, "Saudaramu" (Way. 1:9),
contoh sebutan Petrus kepada Paulus dalam (2 Pet 3:13), adalah satu kesaksian
bahwa dia memberikan namanya yang sebenarnya.
Rupanya penulis sudah sangat dikenal oleh setiap Gereja-Gereja sehingga
namanya saja sudah cukup untuk memperkenalkannya dan memberikan kepercayaan
kepada catatan khayal-khayal yang dia sudah lihat
Lebih
jauh, nampaknya bahwa praktek penggunaan nama palsu tidak perlu bila kenyataan
Karunia Nubuatan sangat jelas. Dipihak
yang lain, selama periode antara Perjanjian Lama dan Baru, sejauh yang kita
ketahui, tidak ada nabi yang dikenal diantara orang Yahudi, penulis keagamaan
sering merasa bahwa adalah perlu untuk membubuhkan nama seorang yang dikenal
waktu lalu, agar tulisan itu dapat diterima secara umum. Nampaknya tidak ada nabi yang benar berbicara untuk Allah sebagaimana
Nabi-nabi Perjanjian Lama sudah buat. Tapi dengan datangnya Kekeristenan
Karunia Nubuat sekali lagi tumbuh dengan subur. Didalam Gereja Kristen abad I
maka kebutuhan untuk menggunakan Nama samaran tidak muncul; Orang Kristen yakin bahwa Rasul-rasul dan
Nabi-nabi berbicara untuk Allah. Tapi waktu kedudukan nubuat diantara
orang Kristen tidak dihormati dan akhirnya pada abad ke 2, maka penulis dengan nama
samarannya untuk nama rasul-rasul mulai muncul lagi. Dengan fakta ini maka
adalah satu hal yang masuk diakal untuk mengambil kesimpulan bahwa wahyu,
muncul pada abad pertama, bukan dengan nama samaran, tapi adalah hasil dari
seorang yang bernama Yohanis.
Siapakah Yohanis ini? Di dalam Perjanjian Baru ada beberapa orang
yang bernama Yohanis. Anak Zabdi salah satu dari 12 murid, ada Yohanis Markus,
ada Yohanis keluarga Iman Besar Annas (kis 4:6). Dengan jelas dapat dilihat
bahwa pengarang Wahyu bukanlah Yohanis Pembaptis, karena dia mati sebelum
Penyaliban Yesus; demikian juga tidak ada kemungkinan bahwa Yohanis saudara
Imam besar karena tidak ada bukti tentang dia apakah pernah menjadi Kristen.
Demikian juga sangat sedikit kenyataan bahwa Yohanis Markus adalah pengarang
buku Wahyu. Bentuk, kata-kata, dan cara pendekatan Injil kedua adalah berbeda
dari buku wahyu, dan tidak ada kenyataan bahwa ada seseorang pernah
menghubungkan Wahyu ini dengan Yohanis Markus pada zaman Gereja mula-mula
Dengan proses penyisihan, Yohanis anak Zabdi
dan saudara Yakub tertinggal untuk diperhitungkan. Dia bukan hanya salah satu
dari 12 murid tapi juga adalah salah satu yang paling dekat dengan Yesus.
Hampir seluruh tradisi Kristen mula-mula mengenalnya sebagai Pengarang buku
Wahyu. Kenyataannya, setiap penulis Kristen sampai pertengahan abad ke 3, yang
tulisannya masih ada sekarang, dan yang menyebutkan masalah ini menghubungkan
Wahyu itu dengan Rasul Yohanis.
Kita
berikan beberapa kenyataan bahwa ada persamaan antara Wahyu dan Injil Yohanis,
yang akan memperkenalkan pengarangnya.
Wahyu Yohanis
1). Air
Hidup. 21:6, 22:17 1).
Air Hidup. 4:10, 7:38,
2). Yang Haus
datanglah. 22:17 2).
7:37
3). Pernyataan
mengenai Kristus sebagai Domba hanya didalam Wahyu dan Yohanis (Yoh. 1:29,36:
Wah. 5:6 dan 28 kali lagi).
Sebab itu
walaupun ada bukti-bukti yang mereka kemukakan mengenai pengarang buku Wahyu
ini bukanlah Yohanis ,murid Yesus, tapi dari pandangan Tradisi menyatakan bahwa
pengarang Wahyu adalah Rasul Yohanis dapat diterima dan masuk akal. (AA 578-584).
3. LATAR
BELAKANG SEJARAH
Ahli-ahli
modern sekarang ini mempunyai beberapa pandangan mengenai kapankah buku Wahyu ini sudah dituliskan, apakah pada
waktu pemerintahan Nero (54-68 TM), atau pada waktu Vespasian (69-79 TM).
Umumnya,
ahli-ahli lebih menyetujui bahwa penanggalan Wahyu lebih awal menyatakan bahwa
penganiayaan yang dinyatakan didalam surat kepada tujuh Gereja adalah yang
diderita oleh orang Kristen dibawah pemerintahan Nero (54f-68 TM) atau ada
kemungkinan dibawah pemerintahan Vespasian walaupun tidaklah jelas sampai
dimana raja ini menganiaya Gereja-gereja.
Mereka
mempercayai bahwa kekacauan dunia yang digambarkan oleh Wahyu menunjukan kepada
kesukaran yang melanda kota Roma pada bagian akhir pemerintahan Nero sampai
pada bagian pertama pemerintahan Vespasian.
Mereka menartikan bahwa binatang yang menderita luka parah dan disembuhkan
(Wah. 13:3) dan binatang dalam Wah. 17:8 melambangkan Nero, karena sesudah
kematiannya, satu legenda populer menyatakan bahwa satu hari kelak dia akan
muncul kembali. Demikian pula mereka
melihat bahwa angka rahasia 666 (13:18) adalah lambang Kaisar Nero, kalau
dituliskan dalam huruf Ibrani.
Kenyataan-kenyataan inilah yang sudah menuntun ahli-ahli yang terkenal
memberikan penanggalan untuk buku Wahyu pada tahun 60 atau 70 an dari abad I.
Pemikiran
ini, walaupun nampaknya didasarkan pada kenyataan sejarah, bergantung
kemungkinannya pada pemberian arti yang diberikan kepada sebutan-sebutan
tertentu didalam buku Wahyu. Tapi cara
pemberian arti seperti itu tentunya sangatlah subjektive, dan tidaklah diterima
oleh kebanyakan akhli-akhli waktu yang lampau.
Kesaksian dari penulis Kristen mula-mula hampir keseluruhnya mengakui
bahwa buku Wahyu dituliskan pada pemerintahan Domitian. Irenaeus, yang mengakui mempunyai hubungan
pribadi dengan Yohanis melalui Polycarp, menyatakan mengenai Wahyu. "Karena itu sudah dilihat tidak begitu
lama yang lalu, tapi hampir saja pada zaman kita, pada bagian akhir
pemerintahan Domitian. Eusebius
mencatatkan bahwa Yohanis dikirimkan ke Patmos oleh Domitian, dan pada waktu
mereka yang diperlakukan dengan tidak adil oleh Domitian dilepaskan oleh
penggantinya, Nerva, rasul Yohanis kembali ke Efesus.
Kesaksian-kesaksian
dari penulis Kristen terdahulu itulah yang menuntun kepada penentuan
penanggalan untuk penulisan buku Wahyu selama pemerintahan Domitian, kira-kira
96 ... TM
Adalah
dibawah pemerintahan Raja ini maka masalah Penyembahan Raja untuk pertama kali
menjadi masalah pokok bagi orang Kristen.
Hal ini terjadi di Propinsi Roma di Asia, di wilayah mana surat kepada
tujuh Gereja pertama-tama ditujukan.
(1:1,11). Penyembahan kepada Raja
satu hal yang biasa di Timur sebelum Alexander Agung. Dia telah dianggap Dewa, demikian juga dengan
penggantinya. Pada waktu Roma kalahkan
wilayah Timur, Gubernur dan Jenderal sering dianggap dewa. Hal ini yang terjadi di Propinsi Asia, dimana orang Roma sangat
populer. Adalah satu hal yang biasa
mendirikan Kuil untuk Dewi Roma, penjelmaan Roh Kerajaan, dan pemujaannya
dihubungkan dengan Rajanya. Dalam tahun
195 STM kuil didirikan baginya di Smyrna.
Pada tahun 29 SM, Kaisar Agustus memberikan keluasan untuk mendirikan
Kaabah di Efesus untuk pemujaan bagi Roma dan Julius Caesar, dan satu kaabah di
Pergamus untuk pemujaan Roma dan dirinya.
Ini adalah contoh pertama cara memuja Raja yang hidup. Agusutus tidak memaksakan untuk pemujaan pada
dirinya, tapi oleh karena keinginan dari orang-orang setempat, maka dengan
demikian dia memperhitungkan pemujaan seperti itu adalah sesuatu yang bijaksana
ditinjau dari pandangan politik.
Berangsur-angsur dari cara pemujaan ini, pemujaan kepada Roma menjadi
kurang penting dan pemujaan kepada Raja menjadi pandangan yang menyolok. Penyembahan kepada Raja menggantikan
dewa-dewa setempat, tapi ditambahkan, dan menjadi sarana pemersatu
kerajaan. Acara-acara penyembahan kepada
Raja tidak mudah untuk dibedakan dari acara-acara untuk para pahlawan. Pada waktu yang sama penyembahan kepada Raja
dilarang di Roma, walaupun Senatnya
secara sah mendewakan Raja-raja yang sudah mati.
Gaius
Caligula (37-41 TM) adalah Raja yang pertama memaksakan pemujaan untuk
dia. Dia menganiaya orang Yahudi karena
menolak untuk menyembah dia, tentunya tidak diragukan bahwa dia akan
mengarahkan kemarahnnya kepada orang Kristen kalau sekiranya mereka itu sudah
cukup banyak untuk diperhatikannya waktu itu.
Penggantinya lebih baik sedikit sehubungan dengan penyembahan Raja ini
dan tidak menganiaya mereka yang melawan.
Raja
berikut yang menjadikan Penyembahan Raja ini aktif lagi adalah Domitian. (81-96 TM).
Kekristenan belum mendapatkan pengesahan dari Pemerintahan Roma, tapi
agama seperti itu tidak akan dianiaya oleh Roma kecualai mereka melawan
Hukum. Sekarang Kekeristenan berbuat
demikian. Domitian sungguh-sungguh
berusaha untuk mengokohkan pengakuannya menjadi Dewa pada pikiran penduduknya,
dan memaksakan penduduknya untuk menyembah dia.
Dia mengeluarkan surat edaran untuk maksud ini dengan kata-kata
sbb. "Tuhan kita dan Allah kita
menuntun agar hal ini dapat diperbuat."
Dengan
latar belakang kondisi pemaksaan dan penolakan untuk menyembah Raja inilah yang
menjadi penyebab dibuangnya Yohanis di Patmos, dan penulisan buku Wahyu. Nampaknya semua 12 Rasul-rasul sudah mati
kecuali Yohanis yang berada sebagai tawanan di pulau Patmos. Kekeristenan memasuki generasi kedua. Kebanyakan mereka yang mengetahui Tuhan
sekarang sudah berada di kubur. Gereja
dihadapkan dengan serangan yang dashyat
dari luar, dan gereja membutuhkan kenyataan dari Yesus Kristus. Dengan demikian khayal yang diberikan kepada
Yohanis untuk memenuhi kebutuhan kusus pada saat itu. Sorga terbuka bagi gereja yang dianiayakan,
dan orang Kristen yang menolak untuk menyembah Raja, dan diberikan kepastian
bahwa Tuhan mereka, sekarang naik dan berdiri di Takhta Allah, yang berkuasa
dan mulia melebihi Raja dunia yang menuntut untuk disembah.
4. TEMA BUKU
Sejak
permulaannya (1:1) buku ini telah menyatakannya bahwa buku itu adalah
Apokaliptik, pengungkapan rahasia masa yang akan datang dengan puncaknya pada
kemenangan Yesus Kristus. Tulisan
Apokaliptik sudah menjadi tipe literatur agama Yahudi untuk 2 abad lebih. Sebenarnya, buku Apokaliptik yang pertama
dikenal adalah buku Daniel, muncul pada waktu tawanan Babilon abad ke 6
SM. Pada waktu perang Makabean sekali
lagi membawakan kebebasan politik bagi orang Yahudi 400 tahun
kemudian,pengharapan akan Mesias dan melihat kedepan kepada Kerajaan
Yahudi yang baru menanjak, dan
menghasilkan literature Apokaliptik yang mengambil bentuk kesusastraannya dan
lambang Daniel. Pada abad mengikutinya,
kemenangan bangsa Roma memadamkan pengharapan orang Yahudi untuk suatu
kenyataan dari kerajaan Mesias melalui Hasmonean, pengharapan Mesias lebih
bergairah lagi karena mereka mengharapkan Mesias yang akan mengalahkan bangsa
Roma. Dalam abad I STM dan abad I TM
pengharapan seperti itu terus menerus menyediakan dorongan untuk literature bentuk
Apokaliptik ini.
Tidak
mengherankan, dalam Perjanjian Baru, ditulis kebanyakan oleh orang Yahudi untuk
gereja yang hampir keseluruhan Yahudi di dalam latar belakang agama mereka,
maka Allah akan menempatkan tulisan Apokaliptik yang akan menuntun dan
menyambut kerajaan Mesias. Dalam pekabaranNya
kepada manusia melalui Nabi-nabi Allah menyatakan kehendakNya di dalam bahasa
manusia dan di dalam bentuk kesusastraan yang dikenal oleh mereka kepada siapa
Dia akan memberikan PekabaranNya.
Walaupun
tulisan Apokaliptik adalah sebenarnya Nubuatan, maka itu berbeda dengan
nubuatan Alkitab lainnya (seperti Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan nabi-nabi
lain) di dalam beberapa aspek yang penting, dan perbedaan ini menjadi tanda
pengenal untuk tulisan Apokaliptik. Yang
sangat penting artinya diantara tanda-tanda yang membedakan itu adalah sebagai
berikut:
1. Sifat umum
tulisan Apokaliptik. Kebanyakan nubuatan
adalah sehubungan dengan persoalan nasional dan internasional berpusat
sebahagian besarnya di dalam besarnya di dalam sejarah orang Israel dan
kemuliaan waktu yang akan datang yang boleh menjadi miliknya, maka tulisan
Apokaliptik memainkan peranan di dalam semesta alam, dan mengambil pusat
temanya adalah Pertentangan yang besar antara Allah dan Kristus disatu pihak
dan setan dipihak yang lain.
2. Dasar dari
Apokaliptik adalah khayal dan mimpi.
Penulis Apokaliptik mencatatkan mimpi dan khayal yang diberikan
kepadanya dalam Roh. (1:10).
Kadang-kadang dia diantarkan ke tempat yang jauh, dimana dia melihat
pandangan yang luar biasa yang tidak dapat digambarkan oleh bahasa manusia dan
dimana dia berbincang-bincang dengan malaikat.
walaupun pengalaman demikian ditemukan berulang di dalam nabi yang lain
juga, namun demikian itu menjadi tanda yang khusus untuk tulisan Apokaliptik;
demikian juga, kenyataannya, itu membentuk hampir keseluruhan tulisan
Apokaliptik Daniel dan Wahyu.
3.
Penggunan
Allegori di dalam Apokaliptik. Didalam
Nubuatan, secara umum dapat dikatakan,
lambang adalah hal-hal yang biasa dalam kehidupan setiap hari, contonya,
penjunan dan tanah liat (Yer 18:1-10), kuk (Yer. 27:2), dan Batu tela (Yeh
4:2). Dalam Nubuatan Apokaliptik,
dipihak lain, lambang yang digunakan adalah hampir semuanya makhluk yang tidak
pernah dilihat, binatang kepala banyak, malaikat terbang dilangit, binatang
yang berbicara dan berbuat dengan intelegent.
Bersamaan; periode waktu walaupun
agak jarang maka Nubuatan biasanya diberikan dalam tahun sebenarnya (Yer 29:),
dimana dalam Daniel dan Wahyu, periode waktu yang digunakan, dan biasanya
dimengerti atas dasar prinsip satu hari sama dengan satu satu tahun.
4. Bentuk
Kesusastraan Apokaliptik. Kebanyakan
nubuatan ditulis dalam bentuk sanjak sedangkan nubuatan Apokaliptik dituliskan
dalam bentuk prosa, dan sekali-sekali saja mendapatkan sisipan bentuk sanjak,
khusus kalau itu berupa nyanyian.
Hal-hal
inilah yang memberikan peraturan yang dapat menuntun untuk menginterpretasikan
tulisan Apokaliptik yang disesuaikan dengan bentuk kesesastraannya dan
penekanan theologi. Pusat dari
pekabarannya adalah Thema dan pembentukan yang baru. Semuanya ini digambarkan didalam membicarakah
hal-hal yang luar biasa itu kadang-kala bahasa manusia tak cukup menggambarkan
kenyataan sorga. dalam hal tertentu
bahasa Apokaliptik bersamaan dengan perumpamaan, dengan demikian amaran untuk
berhati-hati dalam memberikan arti kepada keduanya.
Buku ini adalah
Wahyu dari Yesus dalam usaha menyempurnakan umatNya dalam dunia agar supaya
mereka dapat menyatakan TabiatNya, dan menuntuk GerejaNya melalui pergantian
atau perobahan sejarah menunjukkan pada pencapaian maksudNya yang kekal. Paling jelas dan sempurna dalam semua tulisan
Alkitab disini tirai yang memisah hal yang tidak kelihatan dan yang kelihatan
disampingkan agar supaya dapat menyatakan, "dibalik, diatas dan melalui
semua tindak tanduk perhatian manusia, kuasa dan perasaannya, agen dari yang
sangat berkemurahan secara diam-diam dan sabar melaksanakan sesuatu sesuai
dengan kehendakNya sendiri." (Ed 173).
Dalam
Wahyu terdapat empat pembagian Besar dalam nubuatan: 1) Tubuh Gereja, pasal 1-3, (2) Tujuh
Meterai, pasal 4:8:1, (3) Tujuh
sangkakala, 8:2 s/d 11, (4) Peristiwa-peristiwa akhir dalam Pertentangan yang
besar. 12-22).
Khususnya
suatu kenyataan bahwa bahasa seringkali dalam bentuk lambang, adalah satu hal
yang penting untuk menentukan maksud dan tujuan Penulis, agar arti dari buku
yang dibawakan pada pembaca yang menjadi tujuan sebenarnya. Kalau tidak interpretasi dari
lambang-lambang, dan pekabarannya, akan menyatakan semata-mata pendapat
pribadi. Mereka yang menjadi tujuan
utama buku adalah orang Kristen berbahasa Grika, apakah Yahudi atau kafir,
menganggap tulisan Perjanjian Lama adalah Firman Allah yang di inspirasikan
(Yoh 5:39, Kis 24:14 ; 2 Tim 3:16 ,17), dan mereka yang cenderung
menginterpretasikan Wahyu yang baru ini sesuai dengan Perjanjian Lama. Prinsip- prinsip dan observasi Wahyu.
"Didalam
Buku Wahyu semua buku didalam Alkitab bertemu dan berakhir," dan dalam arti yang khusus,
itu adalah pelengkap buku Daniel." AA 585.
Banyak yang dimeteraikan dalam buku daniel (Dan 12:4) sudah diungkapkan
dalam buku Wahyu, dan kedua buku ini haruslah dipelajari bersama-sama. Buku Wahyu berisikan kutipan atau kiasan
dalam 28 buku dari 39 buku Perjanjian Lama.
Menurut satu sumber yang dapat dipercayai ada 505 kutipan atau kiasan,
325 dari semuanya adalah pada buku-buku Nubuatan. Perjanjian Lama - Yesaya, Yeremia, Yehezkiel
dan Daniel secara khusus. Dari nabi-nabi
yang kecil Zakharia, Yoel, Amos dan Hosea adalah kutipan yang paling
sering. Dari Pentatuk, penggunaan
yang terbanyak dari buku keluaran, dan bagian Sanjak dari buku Mazmur (Lukas
24:44). ada juga yang menemukan beberapa
refleksi dari buku Perjanjian Baru lain seperti, Matius, Lukas, 1 dan 2
Korintus, Efesus, Kolosi dan 1 Tesalonika.
Pengertian
yang tepat untuk kutipan dan kiasan ini sehubungan dengan latar belakang
sejarah didalam Perjanjian Lama adalah langkah pertama menuju kepada
pengertian bagian Alkitab dimana
Yohanis menggunakannya , untuk
memastikan arti. Dalam
arti khusus ini digunakan untuk banyak nama orang dan tempat, dan
hal-hal yang disebutkan serta peristiwa dan kejadian tertentu. Oleh karena
banyak dari lambang buku Wahyu sudah diketahui dalam banyak literatur orang
Yahudi, maka literatur ini sangatlah menolong dengan cara menjelaskan
lambang-lambang ini. Mereka yang mengenal akan sejarah kontemporari Roma akan
dapat mengenal juga bahwa bahasa yang digunakan oleh Yohanes sering
menggambarkan Kerajaan Roma dan pengalaman Gereja dibawah kekuasaannya. Dengan
demikian, mempelajari Sejarah Roma pada waktu itu menjelaskan bagian yang
kurang jelas. Akhirnya perhatian harus diberikan kepada pemikiran dan
pernyataan pada zaman kontemporari, didalam terang serta latar belakang
kebudayaan waktu itu.
Didalam
menentukan pentingnya penglihatan yang diberikan kepada Yohanes dalam khayal,
haruslah selalu diingat bahwa Wahyu diberikan untuk menuntun, menghibur, dan
menguatkan Gereja, bukan hanya pada zamannya, tetapi selama zaman Kekristenan,
sampai pada akhir zaman. (AA 581, 585). Disinilah sejarah Gereja sudah
dinyatakan untuk keuntungan dan menjadi nasihat penting yang ditujukan kepada
orang percaya pada zaman Rasul-rasul, orang Kristen masa yang akan datang, dan
mereka yang hidup pada zaman akhir dari Sejarah dunia, agar supaya semua dapat
mempunyai pengertian yang tajam terhadap bahaya dan pertentangan yang ada
dihadapan mereka (AA 583, 584). Contoh, nama dari tujuh Gereja adalah lambang
dari Gereja pada periode yang berbeda-beda dalam sejarah. Gereja di Efesus
dengan demikian menjadi lambang dari keseluruhan persaudaraan Gereja Kristen
pada zaman Rasul-rasul, tapi pekabaran yang disampaikan kepadanya dituliskan
untuk menjadi dorongan bagi semua orang percaya pada setiap zaman. (AA 578,
585).
Itulah
sebabnya adalah satu yang masuk diakal bila kita mengambil kesimpulan bahwa
sifat-sifat dan nasihat-nasihat kepada Gereja di Efesus khususnya tepat sekali
kepada kebutuhan Gereja pada saat pekabaran ini dituliskan. Itu juga sama
tepatnya kepada kebutuhan seluruh Gereja Kristen pada zaman Rasul-rasul,
ringkasnya, mewakili pengalaman Gereja pada periode Sejarah waktu itu. Itu
dituliskan untuk memberikan dorongan dan inspirasi kepada orang percaya pada
setiap zaman, karena dibawa keadaan yang sama maka prinsip yang sama digunakan.
Dengan kiasan, hal yang sama tepat digunakan untuk pekabaran-pekabaran yang
ditujukan kepada gereja yang lain. Dengan mengingat bahwa pusat dari setiap
garis nubuatan yang besar adalah pada peristiwa penutup sejarah dunia,
pekabaran buku Wahyu mempunyai arti yang penting bagi Gereja Dewasa ini.
Demikian
pula bahwa satu nubuatan boleh mencakup lebih dari hanya satu kegenapan jelas
sekali (Ulangan 18:15). Nubuatan seperti itu mempunyai dua kegenapan yang
segera dan masih akan datang, sebagai tambahan berisikan prinsip yang biasanya
dapat digunakan pada setiap waktu. Lebih jauh "haruslah diingat bahwa
perjanjian dan amaran-amaran Allah adalah sama-sama bersyarat." (EGW MS 4,
1883).
Dengan
demikian ramalan tertentu yang sebenarnya sudah mendapatkan kegenapannya pada
bagian permulaan sejarah dunia sudah ditundakan sebab kegagalan Gereja untuk
memenuhi kesempatan dan tanggung jawabnya.
JIKA SAUDARA RINDU UNTUK MENDAPATKAN MATERI SELANJUTNYA HUBUNGI SAYA DI 082199503705, 085215315111
Tidak ada komentar:
Posting Komentar