Laman

Sabtu, 06 Oktober 2018

MEMBUKA TABIR KITAB WAHYU



PENDAHULUAN


Keberadaan orang Kristen tentunya tidak lepas dari hubungannya dengan Firman Allah yang telah diakuinya menjadi penuntun kehidupannya.  Sehubungan dengan usaha mempersiapkan anggota Jemaat berpartisipasi secara aktif dalam penginjilan maka pengetahuan akan Firman Allah memegang peranan yang penting dalam persiapan dan penyampaian KEBENARAN ALKITAB.  Melihat kekurangan informasi sehubungan dengan buku DANIEL dan WAHYU,  namun menyadari ketidak sanggupan dan banyak kekurangan tapi di dorong oleh keinginan kuat untuk menumbangkan bantuan sedikit untuk mempersiapkan bahan-bahan ini maka kami memberanikan diri dengan prakarsa ini.  Adapun HAL YANG MENDORONG kami untuk menyediakan keterangan untuk buku DANIEL dan WAHYU adalah :  "Apabila BUKU DANIEL DAN  WAHYU dapat dipahami lebih baik, orang percaya akan mengalami satu Agama yang berbeda seluruhnya.  Mereka akan memandang gerbang sorga yang terbuka.  Hati dan pikiran mereka akan mendapat kesan dari tabiat yang harus dibangun agar dapat mengecap kebahagiaan sebagai upah bagi orang-orang yang berhati suci."  TM 114.
Keterangan-keterangan ini kami sediakan khusus untuk anggota Gereja MAHK  namun kami menyadari bahwa tentunya akan ada sahabat dan kenalan dari Anggota yang ingin meminjam dan membaca informasi  ini tidak dimaksudkan menjadi sebagai satu hinaan kepada kekuasaan Gereja yang akan disebutkan disini.  Pengumpul   bahan ini hanya berusaha untuk memberikan informasi atau pemberian arti yang pernah ada mengenai buku DANIEL DAN WAHYU pada waktu yang lalu.  Dengan demikian kami merasa bahwa maksud kami dalam mengeluarkan komentar buku DANIEL dan WAHYU ini sudah dapat diselami oleh para pembaca yang kebetulan bukan atau belum beragama MASEHI ADVENT HARI KETUJUH tapi yang tentunya ingin mempelajari firman Allah.
Akhir kata marilah kita dengan keterbukaan hati dan dalam kedewasaan rohani berusaha untuk menekuni dan menghayati Pekabaran Firman Allah, karena hanya dengan cara inilah kerohanian kita akan dapat berkembang dengan sebaik-baiknya -- menjadi serupa dengan DIA di dalam Tabiat kita.
  







                                                           B U K U   W A H Y U
1.    NAMA BUKU:
Dokumen Grika yang tertua, bersamaan dengan tulisan para Bapa Gereja sejak dari Irenaeus (130-202 TM), memberi nama untuk buku ini  "Apocalypse of John."  (Wahyu Yohanis)  Ada dokumen lain yang memberi nama Wahyu Yohanis Penginjil dan akhli Theologi.
Tulisan Apokaliptik dalam bahasa Grika (Apokalupsis) adalah "Wahyu" arti sebenarnya adalah "Pengungkapan", dan dalam literatur Agama, khususnya berarti Pengungkapan untuk waktu yang akan datang."  Tulisan Apokaliptik ini adalah menjadi bentuk tulisan literatur yang terkenal diantara orang Yahudi pada periode antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan pada periode Kristen mula-mula.

2.    PENGARANG
Pengarang buku Wahyu berulang-ulang memperkenalkan dirinya dengan nama "Yohanis" (Pasal 1:1,4,9; 21;2; 22:8).  Dari bentuk namanya ini menyatakan bahwa dia adalah orang Yahudi.
Beberapa kenyataan dengan jelas membuktikan bahwa nama Yohanis pengarang ini, bukan nama samaran, seperti yang terdapat di dalam tulisan-tulisan Apokaliptik orang Yahudi dan orang Kristen mula-mula.  Pertama suatu kenyataan bahwa, di dalam memperkenalkan dirinya sebagai Yohanis, pengarang Wahyu tidak berusaha untuk menyatakan bahwa dia memegang jabatan di dalam Gereja.  Beberapa tulisan Apokaliptik orang Yahudi dan Kristen adalah dihubungkan dengan bapa-bapa Ibrani, Nabi-nabi dan para Rasul-Rasul Kristen.  Kalau sekiranya adalah nama samaran, maka diharapkan pengarangnya akan berusaha untuk menyatakan dirinya sebagai seorang Rasul.  Tetapi sebutan yang sederhana oleh pengarang bahwa dia adalah Yohanis, "Saudaramu" (Way. 1:9), contoh sebutan Petrus kepada Paulus dalam (2 Pet 3:13), adalah satu kesaksian bahwa dia memberikan namanya yang sebenarnya.  Rupanya penulis sudah sangat dikenal oleh setiap Gereja-Gereja sehingga namanya saja sudah cukup untuk memperkenalkannya dan memberikan kepercayaan kepada catatan khayal-khayal yang dia sudah lihat
       Lebih jauh, nampaknya bahwa praktek penggunaan nama palsu tidak perlu bila kenyataan Karunia Nubuatan sangat jelas.  Dipihak yang lain, selama periode antara Perjanjian Lama dan Baru, sejauh yang kita ketahui, tidak ada nabi yang dikenal diantara orang Yahudi, penulis keagamaan sering merasa bahwa adalah perlu untuk membubuhkan nama seorang yang dikenal waktu lalu, agar tulisan itu dapat diterima secara umum.  Nampaknya tidak ada nabi yang  benar berbicara untuk Allah sebagaimana Nabi-nabi Perjanjian Lama sudah buat. Tapi dengan datangnya Kekeristenan Karunia Nubuat sekali lagi tumbuh dengan subur. Didalam Gereja Kristen abad I maka kebutuhan untuk menggunakan Nama samaran tidak muncul;  Orang Kristen yakin bahwa Rasul-rasul dan Nabi-nabi berbicara untuk Allah. Tapi waktu kedudukan nubuat diantara orang  Kristen tidak dihormati dan akhirnya  pada abad ke 2, maka penulis dengan nama samarannya untuk nama rasul-rasul mulai muncul lagi. Dengan fakta ini maka adalah satu hal yang masuk diakal untuk mengambil kesimpulan bahwa wahyu, muncul pada abad pertama, bukan dengan nama samaran, tapi adalah hasil dari seorang yang bernama Yohanis.
Siapakah Yohanis ini?  Di dalam Perjanjian Baru ada beberapa orang yang bernama Yohanis. Anak Zabdi salah satu dari 12 murid, ada Yohanis Markus, ada Yohanis keluarga Iman Besar Annas (kis 4:6). Dengan jelas dapat dilihat bahwa pengarang Wahyu bukanlah Yohanis Pembaptis, karena dia mati sebelum Penyaliban Yesus; demikian juga tidak ada kemungkinan bahwa Yohanis saudara Imam besar karena tidak ada bukti tentang dia apakah pernah menjadi Kristen. Demikian juga sangat sedikit kenyataan bahwa Yohanis Markus adalah pengarang buku Wahyu. Bentuk, kata-kata, dan cara pendekatan Injil kedua adalah berbeda dari buku wahyu, dan tidak ada kenyataan bahwa ada seseorang pernah menghubungkan Wahyu ini dengan Yohanis Markus pada zaman Gereja mula-mula
 Dengan proses penyisihan, Yohanis anak Zabdi dan saudara Yakub tertinggal untuk diperhitungkan. Dia bukan hanya salah satu dari 12 murid tapi juga adalah salah satu yang paling dekat dengan Yesus. Hampir seluruh tradisi Kristen mula-mula mengenalnya sebagai Pengarang buku Wahyu. Kenyataannya, setiap penulis Kristen sampai pertengahan abad ke 3, yang tulisannya masih ada sekarang, dan yang menyebutkan masalah ini menghubungkan Wahyu itu dengan Rasul Yohanis.
Kita berikan beberapa kenyataan bahwa ada persamaan antara Wahyu dan Injil Yohanis, yang akan memperkenalkan pengarangnya.

Wahyu                                Yohanis
1).     Air Hidup.  21:6, 22:17                           1). Air Hidup. 4:10, 7:38,
2).     Yang Haus datanglah. 22:17                2).            7:37
3).     Pernyataan mengenai Kristus sebagai Domba hanya didalam Wahyu dan Yohanis (Yoh. 1:29,36: Wah. 5:6 dan 28 kali lagi).
       Sebab itu walaupun ada bukti-bukti yang mereka kemukakan mengenai pengarang buku Wahyu ini bukanlah Yohanis ,murid Yesus, tapi dari pandangan Tradisi menyatakan bahwa pengarang Wahyu adalah Rasul Yohanis dapat diterima dan masuk akal.  (AA 578-584).

3.    LATAR BELAKANG SEJARAH
Ahli-ahli modern sekarang ini mempunyai beberapa pandangan mengenai kapankah  buku Wahyu ini sudah dituliskan, apakah pada waktu pemerintahan Nero (54-68 TM), atau pada waktu Vespasian (69-79 TM).
       Umumnya, ahli-ahli lebih menyetujui bahwa penanggalan Wahyu lebih awal menyatakan bahwa penganiayaan yang dinyatakan didalam surat kepada tujuh Gereja adalah yang diderita oleh orang Kristen dibawah pemerintahan Nero (54f-68 TM) atau ada kemungkinan dibawah pemerintahan Vespasian walaupun tidaklah jelas sampai dimana raja ini menganiaya Gereja-gereja.
Mereka mempercayai bahwa kekacauan dunia yang digambarkan oleh Wahyu menunjukan kepada kesukaran yang melanda kota Roma pada bagian akhir pemerintahan Nero sampai pada bagian pertama pemerintahan Vespasian.  Mereka menartikan bahwa binatang yang menderita luka parah dan disembuhkan (Wah. 13:3) dan binatang dalam Wah. 17:8 melambangkan Nero, karena sesudah kematiannya, satu legenda populer menyatakan bahwa satu hari kelak dia akan muncul kembali.  Demikian pula mereka melihat bahwa angka rahasia 666 (13:18) adalah lambang Kaisar Nero, kalau dituliskan dalam huruf Ibrani.  Kenyataan-kenyataan inilah yang sudah menuntun ahli-ahli yang terkenal memberikan penanggalan untuk buku Wahyu pada tahun 60 atau 70 an dari abad I.
Pemikiran ini, walaupun nampaknya didasarkan pada kenyataan sejarah, bergantung kemungkinannya pada pemberian arti yang diberikan kepada sebutan-sebutan tertentu didalam buku Wahyu.  Tapi cara pemberian arti seperti itu tentunya sangatlah subjektive, dan tidaklah diterima oleh kebanyakan akhli-akhli waktu yang lampau.  Kesaksian dari penulis Kristen mula-mula hampir keseluruhnya mengakui bahwa buku Wahyu dituliskan pada pemerintahan Domitian.  Irenaeus, yang mengakui mempunyai hubungan pribadi dengan Yohanis melalui Polycarp, menyatakan mengenai Wahyu.  "Karena itu sudah dilihat tidak begitu lama yang lalu, tapi hampir saja pada zaman kita, pada bagian akhir pemerintahan Domitian.  Eusebius mencatatkan bahwa Yohanis dikirimkan ke Patmos oleh Domitian, dan pada waktu mereka yang diperlakukan dengan tidak adil oleh Domitian dilepaskan oleh penggantinya, Nerva, rasul Yohanis kembali ke Efesus.
Kesaksian-kesaksian dari penulis Kristen terdahulu itulah yang menuntun kepada penentuan penanggalan untuk penulisan buku Wahyu selama pemerintahan Domitian, kira-kira 96 ... TM
Adalah dibawah pemerintahan Raja ini maka masalah Penyembahan Raja untuk pertama kali menjadi masalah pokok bagi orang Kristen.  Hal ini terjadi di Propinsi Roma di Asia, di wilayah mana surat kepada tujuh Gereja pertama-tama ditujukan.  (1:1,11).  Penyembahan kepada Raja satu hal yang biasa di Timur sebelum Alexander Agung.  Dia telah dianggap Dewa, demikian juga dengan penggantinya.  Pada waktu Roma kalahkan wilayah Timur, Gubernur dan Jenderal sering dianggap dewa.  Hal ini yang terjadi  di Propinsi Asia, dimana orang Roma sangat populer.  Adalah satu hal yang biasa mendirikan Kuil untuk Dewi Roma, penjelmaan Roh Kerajaan, dan pemujaannya dihubungkan dengan Rajanya.  Dalam tahun 195 STM kuil didirikan baginya di Smyrna.  Pada tahun 29 SM, Kaisar Agustus memberikan keluasan untuk mendirikan Kaabah di Efesus untuk pemujaan bagi Roma dan Julius Caesar, dan satu kaabah di Pergamus untuk pemujaan Roma dan dirinya.  Ini adalah contoh pertama cara memuja Raja yang hidup.  Agusutus tidak memaksakan untuk pemujaan pada dirinya, tapi oleh karena keinginan dari orang-orang setempat, maka dengan demikian dia memperhitungkan pemujaan seperti itu adalah sesuatu yang bijaksana ditinjau dari pandangan politik.  Berangsur-angsur dari cara pemujaan ini, pemujaan kepada Roma menjadi kurang penting dan pemujaan kepada Raja menjadi pandangan yang menyolok.  Penyembahan kepada Raja menggantikan dewa-dewa setempat, tapi ditambahkan, dan menjadi sarana pemersatu kerajaan.  Acara-acara penyembahan kepada Raja tidak mudah untuk dibedakan dari acara-acara untuk para pahlawan.  Pada waktu yang sama penyembahan kepada Raja dilarang di Roma, walaupun  Senatnya secara sah mendewakan Raja-raja yang sudah mati.
Gaius Caligula (37-41 TM) adalah Raja yang pertama memaksakan pemujaan untuk dia.  Dia menganiaya orang Yahudi karena menolak untuk menyembah dia, tentunya tidak diragukan bahwa dia akan mengarahkan kemarahnnya kepada orang Kristen kalau sekiranya mereka itu sudah cukup banyak untuk diperhatikannya waktu itu.  Penggantinya lebih baik sedikit sehubungan dengan penyembahan Raja ini dan tidak menganiaya mereka yang melawan.
Raja berikut yang menjadikan Penyembahan Raja ini aktif lagi adalah Domitian.  (81-96 TM).  Kekristenan belum mendapatkan pengesahan dari Pemerintahan Roma, tapi agama seperti itu tidak akan dianiaya oleh Roma kecualai mereka melawan Hukum.  Sekarang Kekeristenan berbuat demikian.  Domitian sungguh-sungguh berusaha untuk mengokohkan pengakuannya menjadi Dewa pada pikiran penduduknya, dan memaksakan penduduknya untuk menyembah dia.  Dia mengeluarkan surat edaran untuk maksud ini dengan kata-kata sbb.  "Tuhan kita dan Allah kita menuntun agar hal ini dapat diperbuat."
Dengan latar belakang kondisi pemaksaan dan penolakan untuk menyembah Raja inilah yang menjadi penyebab dibuangnya Yohanis di Patmos, dan penulisan buku Wahyu.  Nampaknya semua 12 Rasul-rasul sudah mati kecuali Yohanis yang berada sebagai tawanan di pulau Patmos.  Kekeristenan memasuki generasi kedua.  Kebanyakan mereka yang mengetahui Tuhan sekarang sudah berada di kubur.  Gereja dihadapkan dengan serangan yang dashyat  dari luar, dan gereja membutuhkan kenyataan dari Yesus Kristus.  Dengan demikian khayal yang diberikan kepada Yohanis untuk memenuhi kebutuhan kusus pada saat itu.  Sorga terbuka bagi gereja yang dianiayakan, dan orang Kristen yang menolak untuk menyembah Raja, dan diberikan kepastian bahwa Tuhan mereka, sekarang naik dan berdiri di Takhta Allah, yang berkuasa dan mulia melebihi Raja dunia yang menuntut untuk disembah.

4.    TEMA BUKU
Sejak permulaannya (1:1) buku ini telah menyatakannya bahwa buku itu adalah Apokaliptik, pengungkapan rahasia masa yang akan datang dengan puncaknya pada kemenangan Yesus Kristus.  Tulisan Apokaliptik sudah menjadi tipe literatur agama Yahudi untuk 2 abad lebih.  Sebenarnya, buku Apokaliptik yang pertama dikenal adalah buku Daniel, muncul pada waktu tawanan Babilon abad ke 6 SM.  Pada waktu perang Makabean sekali lagi membawakan kebebasan politik bagi orang Yahudi 400 tahun kemudian,pengharapan akan Mesias dan melihat kedepan kepada Kerajaan Yahudi  yang baru menanjak, dan menghasilkan literature Apokaliptik yang mengambil bentuk kesusastraannya dan lambang Daniel.  Pada abad mengikutinya, kemenangan bangsa Roma memadamkan pengharapan orang Yahudi untuk suatu kenyataan dari kerajaan Mesias melalui Hasmonean, pengharapan Mesias lebih bergairah lagi karena mereka mengharapkan Mesias yang akan mengalahkan bangsa Roma.  Dalam abad I STM dan abad I TM pengharapan seperti itu terus menerus menyediakan dorongan untuk literature bentuk Apokaliptik ini.
Tidak mengherankan, dalam Perjanjian Baru, ditulis kebanyakan oleh orang Yahudi untuk gereja yang hampir keseluruhan Yahudi di dalam latar belakang agama mereka, maka Allah akan menempatkan tulisan Apokaliptik yang akan menuntun dan menyambut kerajaan Mesias.  Dalam pekabaranNya kepada manusia melalui Nabi-nabi Allah menyatakan kehendakNya di dalam bahasa manusia dan di dalam bentuk kesusastraan yang dikenal oleh mereka kepada siapa Dia akan memberikan PekabaranNya.
Walaupun tulisan Apokaliptik adalah sebenarnya Nubuatan, maka itu berbeda dengan nubuatan Alkitab lainnya (seperti Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan nabi-nabi lain) di dalam beberapa aspek yang penting, dan perbedaan ini menjadi tanda pengenal untuk tulisan Apokaliptik.  Yang sangat penting artinya diantara tanda-tanda yang membedakan itu adalah sebagai berikut:
1.    Sifat umum tulisan Apokaliptik.  Kebanyakan nubuatan adalah sehubungan dengan persoalan nasional dan internasional berpusat sebahagian besarnya di dalam besarnya di dalam sejarah orang Israel dan kemuliaan waktu yang akan datang yang boleh menjadi miliknya, maka tulisan Apokaliptik memainkan peranan di dalam semesta alam, dan mengambil pusat temanya adalah Pertentangan yang besar antara Allah dan Kristus disatu pihak dan setan dipihak yang lain.
2.    Dasar dari Apokaliptik adalah khayal dan mimpi.  Penulis Apokaliptik mencatatkan mimpi dan khayal yang diberikan kepadanya dalam Roh. (1:10).  Kadang-kadang dia diantarkan ke tempat yang jauh, dimana dia melihat pandangan yang luar biasa yang tidak dapat digambarkan oleh bahasa manusia dan dimana dia berbincang-bincang dengan malaikat.  walaupun pengalaman demikian ditemukan berulang di dalam nabi yang lain juga, namun demikian itu menjadi tanda yang khusus untuk tulisan Apokaliptik; demikian juga, kenyataannya, itu membentuk hampir keseluruhan tulisan Apokaliptik Daniel dan Wahyu.
3.      Penggunan Allegori di dalam Apokaliptik.  Didalam Nubuatan, secara umum    dapat dikatakan, lambang adalah hal-hal yang biasa dalam kehidupan setiap hari, contonya, penjunan dan tanah liat (Yer 18:1-10), kuk (Yer. 27:2), dan Batu tela (Yeh 4:2).  Dalam Nubuatan Apokaliptik, dipihak lain, lambang yang digunakan adalah hampir semuanya makhluk yang tidak pernah dilihat, binatang kepala banyak, malaikat terbang dilangit, binatang yang berbicara dan berbuat dengan intelegent.  Bersamaan;  periode waktu walaupun agak jarang maka Nubuatan biasanya diberikan dalam tahun sebenarnya (Yer 29:), dimana dalam Daniel dan Wahyu, periode waktu yang digunakan, dan biasanya dimengerti atas dasar prinsip satu hari sama dengan satu satu tahun.
4.    Bentuk Kesusastraan Apokaliptik.  Kebanyakan nubuatan ditulis dalam bentuk sanjak sedangkan nubuatan Apokaliptik dituliskan dalam bentuk prosa, dan sekali-sekali saja mendapatkan sisipan bentuk sanjak, khusus kalau itu berupa nyanyian.
Hal-hal inilah yang memberikan peraturan yang dapat menuntun untuk menginterpretasikan tulisan Apokaliptik yang disesuaikan dengan bentuk kesesastraannya dan penekanan theologi.  Pusat dari pekabarannya adalah Thema dan pembentukan yang baru.  Semuanya ini digambarkan didalam membicarakah hal-hal yang luar biasa itu kadang-kala bahasa manusia tak cukup menggambarkan kenyataan sorga.  dalam hal tertentu bahasa Apokaliptik bersamaan dengan perumpamaan, dengan demikian amaran untuk berhati-hati dalam memberikan arti kepada keduanya.
Buku ini adalah Wahyu dari Yesus dalam usaha menyempurnakan umatNya dalam dunia agar supaya mereka dapat menyatakan TabiatNya, dan menuntuk GerejaNya melalui pergantian atau perobahan sejarah menunjukkan pada pencapaian maksudNya yang kekal.  Paling jelas dan sempurna dalam semua tulisan Alkitab disini tirai yang memisah hal yang tidak kelihatan dan yang kelihatan disampingkan agar supaya dapat menyatakan, "dibalik, diatas dan melalui semua tindak tanduk perhatian manusia, kuasa dan perasaannya, agen dari yang sangat berkemurahan secara diam-diam dan sabar melaksanakan sesuatu sesuai dengan kehendakNya sendiri." (Ed 173).
Dalam Wahyu terdapat empat pembagian Besar dalam nubuatan:  1) Tubuh Gereja, pasal 1-3, (2) Tujuh Meterai, pasal 4:8:1, (3)  Tujuh sangkakala, 8:2 s/d 11, (4) Peristiwa-peristiwa akhir dalam Pertentangan yang besar. 12-22).
Khususnya suatu kenyataan bahwa bahasa seringkali dalam bentuk lambang, adalah satu hal yang penting untuk menentukan maksud dan tujuan Penulis, agar arti dari buku yang dibawakan pada pembaca yang menjadi tujuan sebenarnya.  Kalau tidak interpretasi dari lambang-lambang, dan pekabarannya, akan menyatakan semata-mata pendapat pribadi.  Mereka yang menjadi tujuan utama buku adalah orang Kristen berbahasa Grika, apakah Yahudi atau kafir, menganggap tulisan Perjanjian Lama adalah Firman Allah yang di inspirasikan (Yoh 5:39, Kis 24:14 ; 2 Tim 3:16 ,17), dan mereka yang cenderung menginterpretasikan Wahyu yang baru ini sesuai dengan Perjanjian Lama.  Prinsip- prinsip dan observasi Wahyu.
"Didalam Buku Wahyu semua buku didalam Alkitab bertemu dan  berakhir," dan dalam arti yang khusus, itu adalah pelengkap buku Daniel." AA 585.  Banyak yang dimeteraikan dalam buku daniel (Dan 12:4) sudah diungkapkan dalam buku Wahyu, dan kedua buku ini haruslah dipelajari bersama-sama.  Buku Wahyu berisikan kutipan atau kiasan dalam 28 buku dari 39 buku Perjanjian Lama.  Menurut satu sumber yang dapat dipercayai ada 505 kutipan atau kiasan, 325 dari semuanya adalah pada buku-buku Nubuatan.  Perjanjian Lama - Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan Daniel secara khusus.  Dari nabi-nabi yang kecil Zakharia, Yoel, Amos dan Hosea adalah kutipan yang paling sering.  Dari Pentatuk, penggunaan yang terbanyak dari buku keluaran, dan bagian Sanjak dari buku Mazmur (Lukas 24:44).  ada juga yang menemukan beberapa refleksi dari buku Perjanjian Baru lain seperti, Matius, Lukas, 1 dan 2 Korintus, Efesus, Kolosi dan 1 Tesalonika.
Pengertian yang tepat untuk kutipan dan kiasan ini sehubungan dengan latar belakang sejarah didalam Perjanjian Lama adalah langkah pertama menuju kepada pengertian  bagian Alkitab dimana Yohanis  menggunakannya , untuk memastikan  arti.  Dalam  arti khusus ini digunakan untuk banyak nama orang dan tempat, dan hal-hal yang disebutkan serta peristiwa dan kejadian tertentu. Oleh karena banyak dari lambang buku Wahyu sudah diketahui dalam banyak literatur orang Yahudi, maka literatur ini sangatlah menolong dengan cara menjelaskan lambang-lambang ini. Mereka yang mengenal akan sejarah kontemporari Roma akan dapat mengenal juga bahwa bahasa yang digunakan oleh Yohanes sering menggambarkan Kerajaan Roma dan pengalaman Gereja dibawah kekuasaannya. Dengan demikian, mempelajari Sejarah Roma pada waktu itu menjelaskan bagian yang kurang jelas. Akhirnya perhatian harus diberikan kepada pemikiran dan pernyataan pada zaman kontemporari, didalam terang serta latar belakang kebudayaan waktu itu.
Didalam menentukan pentingnya penglihatan yang diberikan kepada Yohanes dalam khayal, haruslah selalu diingat bahwa Wahyu diberikan untuk menuntun, menghibur, dan menguatkan Gereja, bukan hanya pada zamannya, tetapi selama zaman Kekristenan, sampai pada akhir zaman. (AA 581, 585). Disinilah sejarah Gereja sudah dinyatakan untuk keuntungan dan menjadi nasihat penting yang ditujukan kepada orang percaya pada zaman Rasul-rasul, orang Kristen masa yang akan datang, dan mereka yang hidup pada zaman akhir dari Sejarah dunia, agar supaya semua dapat mempunyai pengertian yang tajam terhadap bahaya dan pertentangan yang ada dihadapan mereka (AA 583, 584). Contoh, nama dari tujuh Gereja adalah lambang dari Gereja pada periode yang berbeda-beda dalam sejarah. Gereja di Efesus dengan demikian menjadi lambang dari keseluruhan persaudaraan Gereja Kristen pada zaman Rasul-rasul, tapi pekabaran yang disampaikan kepadanya dituliskan untuk menjadi dorongan bagi semua orang percaya pada setiap zaman. (AA 578, 585).
Itulah sebabnya adalah satu yang masuk diakal bila kita mengambil kesimpulan bahwa sifat-sifat dan nasihat-nasihat kepada Gereja di Efesus khususnya tepat sekali kepada kebutuhan Gereja pada saat pekabaran ini dituliskan. Itu juga sama tepatnya kepada kebutuhan seluruh Gereja Kristen pada zaman Rasul-rasul, ringkasnya, mewakili pengalaman Gereja pada periode Sejarah waktu itu. Itu dituliskan untuk memberikan dorongan dan inspirasi kepada orang percaya pada setiap zaman, karena dibawa keadaan yang sama maka prinsip yang sama digunakan. Dengan kiasan, hal yang sama tepat digunakan untuk pekabaran-pekabaran yang ditujukan kepada gereja yang lain. Dengan mengingat bahwa pusat dari setiap garis nubuatan yang besar adalah pada peristiwa penutup sejarah dunia, pekabaran buku Wahyu mempunyai arti yang penting bagi Gereja Dewasa ini.
Demikian pula bahwa satu nubuatan boleh mencakup lebih dari hanya satu kegenapan jelas sekali (Ulangan 18:15). Nubuatan seperti itu mempunyai dua kegenapan yang segera dan masih akan datang, sebagai tambahan berisikan prinsip yang biasanya dapat digunakan pada setiap waktu. Lebih jauh "haruslah diingat bahwa perjanjian dan amaran-amaran Allah adalah sama-sama bersyarat." (EGW MS 4, 1883).

Dengan demikian ramalan tertentu yang sebenarnya sudah mendapatkan kegenapannya pada bagian permulaan sejarah dunia sudah ditundakan sebab kegagalan Gereja untuk memenuhi kesempatan dan tanggung jawabnya.

JIKA SAUDARA RINDU UNTUK MENDAPATKAN MATERI SELANJUTNYA HUBUNGI SAYA DI 082199503705, 085215315111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar